Abdul Aziz, doktor dari UIN Yogyakarta, mengatakan disertasinya soal hubungan intim di luar nikah bisa digunakan untuk melawan kriminalisasi.
“Bicara masalah tafsir untuk membantu menemukan alternatif bagi negara yang kesulitan merumuskan hukum. Tapi disertasi saya malah dianggap musibah,” kata Abdul Aziz dihubungi Tempo, Ahad, 1 September 2019. Abdul Azis mengatakan menggunakan Tafsir Milk Al-Yamin dari intelektual muslim asal Suriah, Muhammad Syahrur.
Disertasi Abdul Aziz berjudul Konsep Milk Al Yamin: Muhammad Syahrur Sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Non-Marital. Anggota Majelis Ulama Indonesia Komisi Dakwah Sukoharjo, Jawa Tengah tahun 2005 ini berhasil mempertahankan disertasinya di hadapan delapan orang anggota tim penguji pada Rabu, 28 Agustus 2019, di Kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Abdul Aziz pun mendapatkan nilai sangat memuaskan.
Abdul Aziz menjelaskan tentang Hubungan Intim di luar nikah tidak melanggar hukum Islam sesuai tafsir Muhammad Syahrur. Dalam Al-Quran, kata dia, tak ada definisi zina dan hanya disebut larangan berzina. Definisi zina berasal dari para ulama yang kemudian dikodifikasikan dalam fiqh atau tradisi hukum Islam.
Abdul Aziz menjelaskan disertasi tersebut muncul dari kegelisahan dan keprihatinannya terhadap beragam kriminalisasi hubungan intim nonmarital konsensual. Yaitu, hubungan seksual di luar pernikahan yang dilandasi persetujuan atau kesepakatan.
Hubungan intim di luar pernikahan selama ini mendapatkan stigma. Misalnya, penggerebekan dan penangkapan sewenang-wenang di ruang-ruang privat. Abdul Aziz juga mencontohkan kriminalisasi dalam bentuk hukuman rajam di Aceh pada 1999 dan Ambon pada 2001. “Hukuman rajam melanggar hak asasi manusia,” kata dia.
Doktor UIN Yogyakarta mengutip konsep Milk Al-Yamin dari intelektual muslim asal Suriah, Muhammad Syahrur. Konsep itu menyebutkan bahwa hubungan intim di luar nikah dalam batasan tertentu tak melanggar syariat Islam.
“Saya kira Muhammad Syahrur (pencetus ide ‘seks di luar nikah halal’ yang dibahas di disertasi Abdul Aziz) itu bukan ulama. Ya apa pun yang dikatakannya, tidak memengaruhi penafsiran. Kalau dia mengemukakan suatu pandangan, pandangannya dipengaruhi oleh keadaan di mana dia tinggal. Dulu dia tinggal di Rusia,” kata Ketua Bidang Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah Dadang Kahmad saat dihubungi detikcom, Selasa (3/9/2019).
Dadang juga menjelaskan, Muhammad Syahrur pencetus konsep milk al-yamin yang menjadi dasar seks halal di luar nikah itu, merupakan doktor di bidang ilmu teknik. Maka, menurutnya, Syahrur tak begitu berpengaruh legitimasinya untuk menafsirkan ayat Al-Quran.
“Dia kan tinggal di Rusia, negara Barat di mana dia melihat pergaulan di sana,” imbuhnya.
Berdasarkan penelusuran detikcom, dikutip dari buku The New Voices of Islam karya Mehran Kamrava, Muhammad Syahrur merupakan seorang intelektual yang lahir di Damaskus, Suriah pada tahun 1939. Dia pernah mengenyam pendidikan teknik jenjang PhD di Universitas Nasional Irlandia. Selain itu, dia merupakan Professor Emeritus Teknik Sipil di Universitas Damaskus.
Kendati bukan lulusan di bidang agama Islam, dia memang dikenal kerap menulis soal agama Islam. Salah satu bukunya yang tersohor berjudul ‘The Book and The Quran: Contemporary Reading’.
Kendati bukan lulusan di bidang agama Islam, dia memang dikenal kerap menulis soal agama Islam. Salah satu bukunya yang tersohor berjudul ‘The Book and The Quran: Contemporary Reading’.
Kembali ke penjelasan Dadang. Dia menegaskan konsep ‘milk al-yamin’ sudah tidak relevan lagi saat ini, sehingga zina tetaplah haram.
“‘Milk al-yamin’ itu budak pada waktu itu. Kalau sekarang budak tidak berlaku lagi, jadi tidak bisa dimasukkan kepada seks di luar nikah. Kita tetap berpegang teguh mengharamkan zina,” tegasnya.
Sebelumnya, disertasi yang ditulis oleh Abdul Aziz menuai kontroversi karena disebut memperbolehkan hubungan seksual nonmarital atau di luar pernikahan dengan batas-batas tertentu. Pihak UIN Yogyakarta juga buka suara untuk meluruskan misinterpretasi yang terjadi.
Promotor disertasi, Khoiruddin Nasution, menjelaskan, dalam penelitiannya, Abdul mengkaji konsep ‘milk al-yamin’ yang digagas Muhammad Syahrur. Syahrur ialah warga Suriah yang pernah menetap lama di Rusia, negara yang bebas dalam urusan pernikahan.
‘Milk al-yamin’ secara harfiah bisa diartikan ‘kepemilikan tangan kanan’ atau ‘kepemilikan penuh’. Fukaha masa lalu mengartikan ‘milk al-yamin’ sebagai wewenang pemilik atas jariyah (budak perempuan) untuk mengawininya, tapi ia wajib berlaku adil.
Sementara itu, Syahrur memiliki penafsiran berbeda mengenai konsep ‘milk al-yamin’. Menurut Syahrur, tidak hanya budak yang boleh dikawini, tapi juga mereka yang diikat dengan kontrak hubungan seksual. Pandangan Syahrur itulah yang dikaji Abdul Aziz.
“Saya berpandangan bahwa penafsiran M Syahrur terhadap ayat-ayat Alquran tentang ‘milk al-yamin’ atau yang semisalnya cukup problematik. Problemnya terletak pada subjektivitas penafsir yang berlebihan,” ujar promotor lainnya, Sahiron.
Bagaimana menurut anda mengenai artikel ini ? Tulis di komentar yaa.